Wednesday, April 26, 2006

Jumat 26 April : Masih Tentang Menelepon

Finally, hari ini bisa juga saya menghadiri kelas bahasa Jepang lagi. Rumah cukup rapi ketika saya tinggalkan. Tak hanya itu, makan malam juga sudah terhidang, si bungsu sudah kenyang, sudah ganti baju, sudah sikat gigi : tinggal tidur.

Langit di luar belumlah terlalu gelap. Udara juga tak begitu dingin : mungkin karena saya pakai jaket musim dingin, bukan jaket musim semi. Di dalam tas ada dua episode cerita pendeknya seorang teman yang sudah dua bulan yang lalu minta dikomentari. Yah, ini satu pekerjaan yang sudah tertunda sekian lama. Sambil mengayuh sepeda, saya membayangkan akan tiba cepat di tempat belajar, dan bisa mencoret-coreti beberapa halaman naskah cerpen tersebut.

Sayang sekali, saya ketinggalan kereta. Kaki mendarat di platform peron bersamaan dengan pintu kereta tertutup. Tapi apa masalahnya? Di situ ada tempat duduk kosong. Mulailah naskah itu saya coret-coreti dengan pulpen tinta biru --setelah mencari tinta merah yang ternyata tidak ada.

Saya masih terus saja melanjutkan pekerjaan itu di dalam kereta yang agak penuh. Hanya satu stasiun. Setelah lewat stasiun pertama itu, kereta jadi lengang. Saya bisa duduk. Tapi ternyata karena keasyikan itulah, saya kebablasan satu stasiun! Dan ternyata untuk kembali, jadi agak ribet. Mesti naik turun tangga pindah home.

Di perjalanan antara stasiun dan gedung belajar, saya menyempatkan menelepon seorang kawan malaysia. Sudah lama sekali juga saya tak menelepon satu orang pun kenalan. Yang satu ini terasa mesti, karena tetangga. Bukan hanya itu, kami juga pernah bertemu di dekat tempat belanja dan dia heran kenapa tak pernah saya hubungi.

Setelah tiba di gedung, saya sempatkan dulu ke kamar kecil. Daripada nanti sudah belajar baru ingin ke belakang.

Ternyata kelas sudah akan dimulai. Saya terlambat satu menit. Rasanya tidak enak. Seperti mengganggu. Teman-teman kelompokku sudah ada empat orang : Thai-san, Karmel-san, Yokusoku-san, dan Jawahiru-san. Kali ini guru kami adalah si rambut ungu : usianya sudah lanjut, agak gemuk, berkaca mata, dan belakangan saya tahu namanya : SAKAMOTO-sensei. Oya, dia menolak dipanggil "SAKAMOTO-san", juga menolak panggilan "SAKAMOTO-sensei". Cukup "SAKAMOTO" saja.

Pelajaran masih tentang menelepon. Aduh, ternyata aturannya buanyaaak sekali. Masalah tata krama sopan santun, aturan memanggil, ribet hular bizaza. Ini beberapa yang saya kenali :

Bila kita menyebut nama suami sendiri, maka cukup katakan : "主人 (shujin)", tapi kalau kita menyebut suami orang lain, maka mesti menambahkan bunyi "ご" di depannya, jadi "ご主人". Yah begitulah.

Bagaimana, menelepon ataupun ditelepon orang Jepang masih terasa bikin berdebar-debar.

Oya, yang lucu tadi, si Thai-san susah sekali menyebut nama Jawahiru-san. Dia hanya bisa bilang, "Jo-san".

No comments: