Sunday, August 27, 2006

Barusan Okaasan telepon. Ada bertanya tentang kue yang diberikan seminggu yang lalu, juga tentang 'diary harian' yang saya alpa tak mengirimkannya selama 2 minggu terakhir. I feel guilty. Inventasi kepercayaan, kutaruh di mana? Padahal untuk menulisnya sebenarnya hanya perlu waktu paling lama satu jam.

Sunday, July 23, 2006

Ini lirik lagu penutupnya film animasi Chichihiro. Dapat oscar satu. Pesan moralnya banyak, bagus ditonton anak-anak. Buat Anda yang ingin mendengarnya, saya pajang di blog ini. Tapi, harap sabar menunggu didownload, volumenya cukup besar. On-kan saja speaker Anda.

いつも何度でも作詞/覚和歌子 
作曲・歌/木村 弓

呼んでいる 胸のどこか奥で
いつも心踊る 夢を見たい

悲しみは 数えきれないけれど
その向こうできっと あなたに会える

繰り返すあやまちの そのたびひとは
ただ青い空の 青さを知る
果てしなく 道は続いて見えるけれど
この両手は 光を抱ける

さよならのときの 静かな胸
ゼロになるからだが 耳をすませる

生きている不思議 死んでいく不思議
花も風も街も みんなおなじ

ラララララララララ・・・・・・・・・
ホホホホルルルル・・・・・・・・

呼んでいる 胸のどこか奥で
いつも何度でも 夢を描こう

悲しみの数を 言い尽くすより
同じくちびるで そっとうたおう

閉じていく思い出の そのなかにいつも
忘れたくない ささやきを聞く
こなごなに砕かれた 鏡の上にも
新しい景色が 映される

はじまりの朝の 静かな窓
ゼロになるからだ 充たされてゆけ

海の彼方には もう探さない
輝くものは いつもここに
わたしのなかに 見つけられたから

Saturday, July 22, 2006

LIBURAN MUSIM PANAS

Kelas di Zengyou akan berakhir. Kemarin ada sayonara party. Empat orang guru menyatakan diri tak mampu meneruskan dua kelas yang ada. Akan disatukan, dengan level yang lebih rendah. Sayang sekali. Tapi mungkin akan ada baiknya juga. Wait and see, if there is something i can manage to replace that ended friday-night-class.

Kelas Shounandai masih lanjut. Tapi akan libur musim panas, selama Agustus. Ah, Rabu malam akan kosong. Jadwal ambonya 3f pasti cepat pulang.

Kelas Fujisawa akan libur satu kali, minggu depan. Setelah itu, selama Agustus tetap ada. Syukurlah. Tatsuta-sensei tadi mengingatkan saya kembali untuk membeli formulir pendaftaran ujian umum bahasa Jepang yang akan berlangsung serentak di seluruh dunia 3-4 Desember. Dia menyarankan saya mengambil tingkat tiga. Tapi ambonya tiga f menyarankan saya mengambil tingkat dua. Tingkat tiga terlalu gampang, katanya.

Hm, saya masih bingung. Malam ini tadi rencana mau pergi beli mesin fax baru. Yang lama sudah rusak. Saya perlu itu untuk bisa menulis diary dalam bahasa Jepang dan mengirimkannya untuk dicek Okaasan.

Friday, April 28, 2006



KASIH IBU SEPANJANG MASA

Malam ini saya pulang kursus bahasa Jepang. Ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang dulu hangat, yang tanpa saya sadari ternyata diam-diam saya cari. Itulah dia, ketika Mama masih ada di sini. Mama tidak tidur, Mama menunggui saya pulang, tentunya dengan kecemasan, kekhawatiran, khas Mama. Masih persis seperti yang dulu : ketika saya masih anak-anak.

Kepulangan saya dua minggu lalu itu, disambut dengan rumah yang sudah sangat rapi. Meja bersih mengkilap, tak ada cucian piring satu pun. Sungguh terasa sebuah keanehan setelah bertahun-tahun terbiasa membuka pintu dan segera disambut dengan pemandangan berantakan. Siapa yang susah payah membersihkan semua itu? Siapa lagi selain Mama. Padahal saya tahu, Mama sedang kurang sehat, kedinginan, dan kakinya pun sakit. Pertanyaan Mama menyambut kedatangan saya adalah : "Betapa capeknya kamu, betapa dingin di luar."Sebuah ungkapan yang saya rasa sudah hilang bertahun-tahun. Mama seakan-akan lupa bahwa Mama sudah lelah membersihkan rumah, dan sudah berhak untuk istirahat.

Kini, setelah bertahun-tahun "puasa" dari perhatian-perhatian tulus, spontan dan inisiatif seperti itu, semakin saya mengerti betapa berarti hal-hal tersebut. Semakin mengerti, ketika malam ini saya pulang, dan tak ada yang peduli keadaanku di luar sana, bahkan tak ada yang peduli keletihanku disambut kembali dengan tumpukan cucian piring dan meja yang belepotan. Saya rindu satu hari di dua minggu yang lalu itu.

Tapi, bukankah saya mesti mencontoh Mama : menjadi ibu yang mau berjuang demi anak-anaknya? Mama, doamu selalu saya tunggu, agar saya juga bisa menjadi ibu yang kuat.

Saya tepiskan semua perasaan cengeng itu, dan segera saja saya keluarkan cucian dari mesin cuci, membereskan meja, memasak air, mencuci piring, dan ganti baju. Buku-buku pelajaran saya tata di atas meja makan : mari mengulangi pelajaran yang tadi. Selagi anak-anak masih nyenyak tidur... Lupakanlah kelelahan, karena akan tiba juga waktu untuk tidur : ketika si bayi memanggil.

Wednesday, April 26, 2006

Jumat 26 April : Masih Tentang Menelepon

Finally, hari ini bisa juga saya menghadiri kelas bahasa Jepang lagi. Rumah cukup rapi ketika saya tinggalkan. Tak hanya itu, makan malam juga sudah terhidang, si bungsu sudah kenyang, sudah ganti baju, sudah sikat gigi : tinggal tidur.

Langit di luar belumlah terlalu gelap. Udara juga tak begitu dingin : mungkin karena saya pakai jaket musim dingin, bukan jaket musim semi. Di dalam tas ada dua episode cerita pendeknya seorang teman yang sudah dua bulan yang lalu minta dikomentari. Yah, ini satu pekerjaan yang sudah tertunda sekian lama. Sambil mengayuh sepeda, saya membayangkan akan tiba cepat di tempat belajar, dan bisa mencoret-coreti beberapa halaman naskah cerpen tersebut.

Sayang sekali, saya ketinggalan kereta. Kaki mendarat di platform peron bersamaan dengan pintu kereta tertutup. Tapi apa masalahnya? Di situ ada tempat duduk kosong. Mulailah naskah itu saya coret-coreti dengan pulpen tinta biru --setelah mencari tinta merah yang ternyata tidak ada.

Saya masih terus saja melanjutkan pekerjaan itu di dalam kereta yang agak penuh. Hanya satu stasiun. Setelah lewat stasiun pertama itu, kereta jadi lengang. Saya bisa duduk. Tapi ternyata karena keasyikan itulah, saya kebablasan satu stasiun! Dan ternyata untuk kembali, jadi agak ribet. Mesti naik turun tangga pindah home.

Di perjalanan antara stasiun dan gedung belajar, saya menyempatkan menelepon seorang kawan malaysia. Sudah lama sekali juga saya tak menelepon satu orang pun kenalan. Yang satu ini terasa mesti, karena tetangga. Bukan hanya itu, kami juga pernah bertemu di dekat tempat belanja dan dia heran kenapa tak pernah saya hubungi.

Setelah tiba di gedung, saya sempatkan dulu ke kamar kecil. Daripada nanti sudah belajar baru ingin ke belakang.

Ternyata kelas sudah akan dimulai. Saya terlambat satu menit. Rasanya tidak enak. Seperti mengganggu. Teman-teman kelompokku sudah ada empat orang : Thai-san, Karmel-san, Yokusoku-san, dan Jawahiru-san. Kali ini guru kami adalah si rambut ungu : usianya sudah lanjut, agak gemuk, berkaca mata, dan belakangan saya tahu namanya : SAKAMOTO-sensei. Oya, dia menolak dipanggil "SAKAMOTO-san", juga menolak panggilan "SAKAMOTO-sensei". Cukup "SAKAMOTO" saja.

Pelajaran masih tentang menelepon. Aduh, ternyata aturannya buanyaaak sekali. Masalah tata krama sopan santun, aturan memanggil, ribet hular bizaza. Ini beberapa yang saya kenali :

Bila kita menyebut nama suami sendiri, maka cukup katakan : "主人 (shujin)", tapi kalau kita menyebut suami orang lain, maka mesti menambahkan bunyi "ご" di depannya, jadi "ご主人". Yah begitulah.

Bagaimana, menelepon ataupun ditelepon orang Jepang masih terasa bikin berdebar-debar.

Oya, yang lucu tadi, si Thai-san susah sekali menyebut nama Jawahiru-san. Dia hanya bisa bilang, "Jo-san".

Tuesday, April 25, 2006


Tiga Pekan Terakhir

Jumat pekan lalu, 21 April 2006, lagi-lagi saya tidak menghadiri kelas Zengyou. Ya, sejak Mama dan Bapak ada di sini, ada empat kali saya bolos. Tentang pekan terakhir ini : sebenarnya Mama tidak melarang saya pergi. Hanya saja mendengar Mama mengatakan bahwa beliau tak bisa tidur menunggui saya pulang (berarti sampai jam 10.30!), saya tidak tega pergi. Saya tidak mengkhawatirkan kondisi fisik saya yang memang sedang kurang sehat, tapi kesehatan Mamalah yang membuat saya memilih membatalkan lagi acara ini. Sabtu besoknya Mama akan berangkat ke Narita. Takut, kalau saja ini kali-kali terakhir lagi saya bisa melakukan sesuatu sebagai empati atas perasaan Mama. Dan tentu saja, saya takut kalau kurang tidur, Mama semakin tidak kuat melakukan perjalanan jauh.

Namun, kehadiran Mama dan Bapak memberikan "space" luas buat kemungkinan belajar saya. Berkat bantuan Bapak, kini rumah di bagian lantai satu jauh lebih mudah dibersihkan. Itu karena seleruh anggota keluarga sudah mulai memusatkan "kamar" di lantai dua : datang langsung ke atas, menyimpan tas, ganti pakaian. TIDAK lagi mampir dulu melempar barang-barang begitu saja di lantai satu.

Bapaklah yang berjasa besar memindahkan ruang kerja bapaknya anak-anak ke kamar kecil di di atas. Karena ini, saya tak perlu risau soal bekas kerjaan yang berantakan. Saya juga tak perlu ketambahan tugas mengawasi anak-anak untuk tidak mengganggu kerjaan ayah mereka. Hal-hal seperti ini, dulu, setiap hari terjadi. Karena ayah tetap bersikeras menjadikan ruang keluarga di lantai bawah, yang satu ruangan dengan dapur plus meja makan sebagai ruang kerjanya sekaligus.

Adapun Mama, maka berkat bantuan beliaulah, kini si Bungsu bisa minum susu dari botol. Sungguh ini sebuah perubahan yang sangat menolong! Kini saya tak perlu terlalu khawatir kalau pergi belajar, bahwa si bungsu akan kelaparan. Dan tentu saja, dia jadi lebih sehat.

So, selamat datang hari-hari belajar kembali, insya Allah.

Thursday, March 23, 2006


Jumat lagi. Satu pekan saya tak mengulangi pelajaran Jumat lalu. Lalai? Yah, begitulah. Saya masih kurang bisa menundukkan hati menaati skala prioritas. Emails, godaan proyek kepenulisan orang-orang sekampung saya, jalan-jalan sama anak-anak.

Rasanya tak percaya, seminggu tak pernah bisa mengulangi! Tapi yah, barangkali ini juga perjalanan menuju kesadaran yang tak pernah terputus tentang arti waktu, dan tentu saja keterampilan bekerja dalam urut-urutan prioritas yang benar.

May I could do some kanji exercises before attending the class : tentang bagian-bagian tubuh manusia, tentang jalanan.